21/11/09

BUNG KARNO MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA 1


Ir. Soekarno (Bung Karno) didampingi Drs. Mohammad Hatta (Bung Hatta) sedang memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada hari Jum’at tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi di Pegangsaan Timur 56 Jakarta (sekarang jalan Proklamasi). Soekarno membaca naskah Proklamasi yang sudah diketik Sajuti Melik dan telah ditandatangani Soekarno-Hatta.

-

Pegangsaan Timur 56, 17 Agustus 1945.

-

Pada hari Jumat, bertepatan dalam bulan suci Ramadhan itu matahari pagi bersinar cerah dan langit biru bening. Tidak seperti suasana sehari sebelumnya, pagi itu rumah kediaman Bung Karno ramai dikunjungi orang, baik di pendapa dan halaman. Ketika saya (dr R. Soeharto, dokter pribadi bung Karno) masuk, ternyata di halaman belakang tampak lebih banyak orang lagi.

-

Sewaktu saya menuju ke kamar Bung Karno dan keluarganya, mendadak berpapasan dengan dr. Muwardi. “Masih tidur semua. Semuanya beres !” katanya. “Apa yang beres ?” tanya saya.

-

Dr. Muwardi menunjuk kepada kelompok orang-orang di halaman belakang sambil berkata: “Itu barisan berani mati yang saya pimpin. Sudah diputuskan, pembacaan Proklamasi Kemerdekaan akan dilangsungkan pagi ini, tapi saatnya yang tepat masih akan ditentukan oleh Bung Karno. Ia baru masuk kamar tidurnya menjelang subuh sekembalinya dari rapat di rumah Maeda (Maeda adalah Laksamana Angkatan Laut Jepang, wakil dari Laksamana Shibata yang berkedudukan di Jakarta. Sedangkan Laksamana Shibata adalah Panglima Kaigun (Angkatan Laut) Jepang yang membawahi Nusantara kecuali Sumatera dan Jawa. Menurut pembagian kekuasaan Balantentara Jepang, Sumatera diduduki oleh divisi 25, Jawa dan Madura diduduki oleh divisi 16 Angkatan Darat Jepang. Laksamana Shibata sebenarnya bermarkas di Makassar, Sulsel, tapi karena kota itu sudah menjadi sasaran pemboman Sekutu, untuk sementara ia bermarkas di Singaraja, Bali).

-

Mendengar kata Maeda, saya teringat akan perjalanan Bung Karno, Bung Hatta dan Pak Bardjo (Pak Bardjo – Mr. R. Achmad Subardjo – lahir tahun 1897, lulusan Fakultas Hukum Universitas Leiden, Nederland/Belanda, pernah menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda), dan pernah menetap di Jepang sebagai koresponden) ke Bali, dan pertemuan para pemimpin Indonesia dengan Laksamana Shibata di Singaraja.

-

Apakah Maeda dan kawan-kawannya akan menepati janjinya hendak memberi bantuan kepada Bung Karno dan Bung Hatta ? Bantuan dalam bentuk apa?

-

Kira-kira pukul 8.00 (menurut perkiraan saya Bung Karno sudah tidur dan beristirahat selama 4 jam) saya masuk ke dalam kamarnya. Memang waktu yang diperlukan untuk tidur oleh Bung Karno setiap harinya kira-kira 4 jam. Ternyata ia masih tidur, tapi segera terbangun oleh sentuhan tangan saya.

-

Pating greges (maksudnya badannya serba terasa sakit),” katanya setelah membuka mata. Meriang (demam). Saya raba, badannya memang panas. Tidak jarang, dalam keadaan lelah sekali Bung Kano sekonyong-konyong dan untuk beberapa jam lamanya mengalami panas badan. Gejala itu timbul setelah ia menderita penyakit malaria tertiana dalam kunjungannya ke Makassar. Pengobatan dengan kinine dapat menolongnya, meskipun dalam pemeriksaan laboratoris dalam darahnya tidak ditemukan lagi malaria plasmodium. Prof. Hendarmin pernah mengatakan setelah memeriksa kesehatan Bung Karno, gejala itu (demam) mungkin disebabkan oleh tonsilitis chronica (radang tonsil yang kronis).

-

Segera saya memeriksa Bung Karno. Meskipun saya tidak menemukan gejala-gejala lain, tapi atas persetujuannya saya memberikan suntikan chinine-urethan intramusculair, selanjutnya mempersilahkan minum broom chnine.

-

Keluar dari kamar, saya betemu dengan Zus Fat (Ibu Fatmawati, isteri Bung Karno). saya terangkan keadaan Bung Karno dan mengemukakan saran agar Bung Karno dibiarkan tidur sampai panasnya mereda.

-

“Baik Mas,” kata Zus Fat (ibu Fatmawati). “Saya sendiri sebetulnya capek sekali setelah kembali dari Rengasdengklok dan menyelesaikan pembuatan bendera merah-putih yang akan dikibarkan hari ini.”

-

Saya kembali ke dalam kamar Bung Karno dan terus menungguinya. Kira-kira pukul 9.30 ia bangun, dan badannya sudah tidak panas lagi. “Sudah jam setengah sepuluh, Mas,” kata saya.

-

Bung Karno segera turun dari tempat tidur sambil berkata: “Minta Hatta segera datang !”

-

Saya keluar mencari dr. Muwardi, tapi ia tak dapat segera saya jumpai. Kemudian pesan Bung Karno itu saya sampaikan kepada Latief Hendraningrat, yang kala itu mengenakan pakaian opsir PETA.

-

Ketika saya kembali ke kamar Bung Karno, ia sudah berpakaian rapi, didampini Zus Fat. Bung Karno mengenakan busana serba putih: celana lena putih dan kemeja putih dengan potongan yang disebut secara populer waktu itu sebagai “kemeja pemimpin” (lengan panjang, bersaku 4, dengan ikat pinggang di belakang). Ia tampak tampan dan gagah, penuh percaya diri, serta berpenampilan yang meyakinkan.

-

Begitu mendengar Bung Hatta datang, ia keluar dan menyambutnya di gang, lalu berjalan bersama menuju ke pendapa.

-

Upacarapun dimulai. Saya tidak ingat lagi siapa yang mempersilahkan Bung Karno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan. Yang saya ingat ia membacanya dari kertas berukuran kecil. Kata-kata diucapkan dengan tenang dan terang :

-

“Saudara-saudara sekalian. Saya telah minta saudara-saudara hadir di sini untuk menyaksikan satu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun.

-

Gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-henti. Di dalam jaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita percaya kepada kekuatan sendiri.

-

Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya.

-

Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarat dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

-

Saudara-saudara! Dengan ini kami nyatakan kebulatan tekad itu.

-

Dengarlah proklamasi kami:

-

PROKLAMASI

-

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia.

-

Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

-

Jakarta, 17 Agustus 1945

-

Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno – Hatta——-

-

Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun Negara kita. Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia – Merdeka, kekal dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.”

-

Dengan diiringi lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh segenap hadirin, Latief Hendraningrat mengibarkan bendera Sang Merah Putih.

-

Selanjutnya hadirin berdesak-desak hendak menyalami Bung Karno, Bung Hatta dan Zus Fat, dan juga saling bersalaman.

-

Setelah Bung Hatta pulang dan Bung Karno mengundurkan diri ke kamar, saya pun pulang. Di tengah jalan timbul keheranan hati saya, mengapa di antara orang-orang yang mengecam Bung Karno dan Bung Hatta yang dianggap terlalu lunak sikapnya terhadap Jepang, dan mendesak keduanya agar segera memproklamasikan Indonesia Merdeka, justru tidak hadir pada upacara tadi? Takut? Tidak setuju? Tidak diberi tahu? Atau bersikap Laat Sukarno en Hatta de kastanjes uit het vuur halen?“ Sejarah yang akan dapat memberikan jawabannya.

-

Banyak di antara mereka yang menyaksikan upacara pembacaan Proklamasi Kemerdekaan terheran-heran, mengapa Jepang tidak bertindak mencegah dan melakukan penangkapan serta tindakan kekerasan lain? Saya dapat menjawabnya, bahwa hal itu bukan keajaiban, melainkan hasil brilian dari usaha Bung Karno dan Bung Hatta, dan tentunya dengan berkah ALLAH SWT.

-

BUNG KARNO MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA 2

Proklamasi Kemerdekaan tanpa pertumpahan darah, tanpa banyak manusia Indonesia harus menjadi korban, itulah yang diusahakan oleh Bung Karno dan Bung Hatta dengan bantuan Pak Bardjo, yang sebagai patriot-patriot senantiasa menempatan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongannya.
-

Bung Karno dan Bung Hatta mengetahui bahwa sejak akhir tahun 1944 Jepang tidak dapat lagi mengimbangi kekuatan militer Sekutu, dan “terpaksa“ harus memberikan kemerdekaan atau berjanji memberikan kemerdekaan kepada bangsa di daerah-daerah yang didudukinya, guna menarik simpati mereka untuk melawan Sekutu. Dengan memperhatikan siaran-siaran radio Belanda, Bung Karno dan Bung Hatta juga mengetahui, jika Sekutu dapat merebut Indonesia, Belanda akan didudukkan kembali oleh Sekutu seperti kedudukannya sebelum perang. Ini berarti Nederlands Indie berdiri kembali.

-

Karena itu yang menjadi musuh utama ialah Belanda, yang dengan bantuan Sekutu pasti tidak lama lagi akan datang ke Indonesia, serta dengan menggunakan Jepang yang sudah kalah sebagai kekuatan yang berkewajiban menjaga keamanan. Dalam keadaan demikian kita akan berhadapan dengan 2 kekuatan, yaitu Sekutu/Belanda dan Jepang. Itu harus dicegah. Karena itu Bung Karno dan Bung Hatta harus bersikap lunak terhadap Jepang, dalam arti tidak mengadakan penyerangan terhadap Jepang, dan mendekati pejabat-pejabat Jepang yang ingin menanam kebaikan demi hubungan baik antara Jepang dan Indonesia dikelak kemudian hari.

-

Maeda dan kawan-kawannya adalah pejabat-pejabat Jepang yang dimaksudkan itu, yang dalam hal itu mendapat restu dari atasannya, Laksamana Shibata, seperti apa yang terjadi dalam pertemuan di Singaraja.

-

Adapun konsensus rahasia yang dicapai antara Bung Karno dan Bung Hatta (atas bantuan Maeda dan kawan-kawannya, didalam kelompok ini termasuk jenderal-jenderal Angkatan Darat Jepang di Jakarta) dengan penguasa Jepang di Jakarta kurang lebih sebagai berikut :

-

Pertama, penguasa Jepang pura-pura tidak mengetahui bahwa Indonesia Merdeka akan diproklamasikan, oleh karena itu tidak sempat mencegahnya.

-

Kedua, setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, penguasa Jepang secara resmi melakukan protes (tidak setuju) tapi berjanji tidak akan melakukan tindakan kekerasan dalam segala bentuk.

-

Ketiga, Bung Karno dan Bung Hatta berjanji, naskah Proklamasi Kemerdekaan akan disusun sedemikian rupa, sehingga tidak memuat kata-kata yang dapat menghasut masyarakat untuk menyerang orang-orang Jepang, dan juga tanpa kata-kata yang menandakan bahwa Proklamasi Kemerdekaan dinyatakan dalam rangka pelaksanaan tugas dari Panitya Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

-

Perlu diingat, dalam persetujuan penyerahan Jepang kepada Sekutu terdapat ketentuan, bahwa Jepang harus mempertahankan keadaan status quo. Teks Proklamasi (lihat teks Proklamasi di atas) disusun antara lain juga memperhatikan ketentuan tersebut.

-

Kita mengetahui, konsensus itu telah dilaksanakan. Dan naskah Proklamasi yang pendek dan padat itu sesuai dengan harapan Jepang.

-

Kita juga menyaksikan, Jepang pada tanggal 17 Agustus 1945 dan seterusnya tidak melakukan kekerasan di Jakarta. Bahkan beberapa orang Jepang, diantaranya Laksamana Shibata di Surabaya menyerahkan banyak senjata kepada kita. Juga banyak pejabat Jepang dengan sukarela menyerahkan jabatannya kepada wakilnya, berkebangsaan Indonesia, seperti jabatan Residen diserahkan kepada wakilnya yang berkebangsaan Indonesia.

-

Tapi ada juga yang kita sayangkan karena lengah: PETA (Tentara Pembela Tanah Air terdiri dari orang-orang Indonesia yang dibentuk oleh Jepang, untuk membantu Jepang di medan perang) praktis sudah dibubarkan pada detik Proklamasi. Daidancho (komandan batalyon berpangkat mayor) PETA Jakarta dan para daidancho lainnya pada tanggal 17 Agustus 1945 itu tidak ada di tempat, tapi dikumpulkan di Bandung (?), dan senjata-senjatanya sudah diamankan oleh pihak Jepang. (Sumber: dicuplik dari buku berjudul Saksi Sejarah“ oleh Dr. R. Soeharto).

-

PK 2 Konsep (draft) asli teks proklamasi yang ditulis oleh Bung Karno.

-

-

PK 3 Naskah Proklamasi yang diketik oleh Sajuti Melik dan telah ditandatangani Soekarno-Hatta. Naskah asli proklamasi ini ditempatkan di Monumen Nasional (Monas) Jakarta.

-

-

PK 4 Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmati Soekarno digebyarkan di depan para saksi, setelah pembacaan proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, siap dinaikkan ke atas tiang bendera. Pengibar bendera adalah Latif Hendraningrat. Bendera Pusaka ini dikibarkan kembali setiap tahun pada tanggal 17 Agustus untuk memperingati detik-detik yang paling penting dalam sejarah bangsa Indonesia. (Mulai tahun 1968 bendera yang dikibarkan adalah duplikatnya untuk menjaga agar Bendera Pusaka tidak rusak).

-

-

PK 5 Upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, sesaat setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

-

-

PK 6Rumah Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur no. 56, Jakarta.

-

Latar Belakang dan Pendidikan


Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali [1].

Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa).

Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

Uraian Ir soekarno


Ir. Soekarno1 (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – wafat di Jakarta, 21 Juni 1970 dalam umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945 – 1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.

Ia menerbitkan Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial itu, yang konon, antaIra lain isinya adalah menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga kewibawaannya. Tetapi Supersemar tersebut disalahgunakan oleh Letnan Jenderal Soeharto untuk merongrong kewibawaannya dengan jalan menuduhnya ikut mendalangi Gerakan 30 September. Tuduhan itu menyebabkan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang anggotanya telah diganti dengan orang yang pro Soeharto, mengalihkan kepresidenan kepada Soeharto.

Keluarga Soekarno
Istri Soekarno
Oetari
Inggit Garnasih
Fatmawati
Hartini
Ratna Sari Dewi Soekarno (nama asli: Naoko Nemoto)
Haryati

Putra-putri Soekarno
Guruh Soekarnoputra
Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia masa jabatan 2001-2004
Guntur Soekarnoputra
Rachmawati Soekarnoputri
Sukmawati Soekarnoputri
Taufan dan Bayu (dari istri Hartini)
Kartika Sari Dewi Soekarno (dari istri Ratna Sari Dewi Soekarno)

Info Sekitar Ir. soekarno


Nama:
Ir. Soekarno
Nama Panggilan:
Bung Karno
Nama Kecil:
Kusno.
Lahir:
Blitar, Jatim, 6 Juni 1901
Meninggal:
Jakarta, 21 Juni 1970
Makam:
Blitar, Jawa Timur
Gelar (Pahlawan):
Proklamator
Jabatan:
Presiden RI Pertama (1945-1966)
Isteri dan Anak:
Tiga isteri delapan anak
Isteri Fatmawati, anak: Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh
Isteri Hartini, anak: Taufan dan Bayu
Isteri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto, anak: Kartika.

Ayah:
Raden Soekemi Sosrodihardjo
Ibu:
Ida Ayu Nyoman Rai
Pendidikan:
HIS di Surabaya (indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam)
HBS (Hoogere Burger School) lulus tahun 1920
THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB) di Bandung lulus 25 Mei 1926
Ajaran:
Marhaenisme
Kegiatan Politik:
Mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) pada 4 Juli 1927
Dipenjarakan di Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929
Bergabung memimpin Partindo (1931)
Dibuang ke Ende, Flores tahun 1933 dan Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Merumuskan Pancasila 1 Juni 1945
Bersama Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945